Please use this identifier to cite or link to this item: http://ecampus.poltekkes-medan.ac.id/xmlui/handle/123456789/2559
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.authorRENIDAWATY-
dc.contributor.authorSUSILAWATI, ENDANG-
dc.contributor.authorH, SUNARDI-
dc.date.accessioned2021-01-05T03:12:20Z-
dc.date.available2021-01-05T03:12:20Z-
dc.date.issued2019-10-
dc.identifier.urihttp://poltekkes.aplikasi-akademik.com/xmlui/handle/123456789/2559-
dc.description.abstractKonsep Group Supportive Therapy Dalam Prevensi Ansietas Pasca Bencana Pada Anak Usia Sekolah 1. Pengantar Dalam setiap musibah, baik itu bencana alam maupun bencana sosial anak-anak kerap kali menjadi kelompok masyarakat yang paling banyak terkena imbasnya. Menurut Herdwiyanti & Sudaryono, (2013) anak termasuk dalam kelompok paling rentan dalam situasi bencana. Mereka memiliki kemampuan dan sumberdaya yang terbatas untuk mengontrol atau mempersiapkan diri ketika merasa takut sehingga sangat bergantung pada pihak-pihak di luar dirinya. Dilaporkan lebih 20 persen anak-anak di Indonesia menderita masalah kesehatan mental akibat bencana alam berupa gangguan stres pasca trauma/bencana dan ansietas (Imas, 2017). Ansietas yang alami anak- anak merupakan suatu respon terhadap stres bencana yang mengancam jiwa. Kondisi ansietas yang dialami membuat mereka mudah tersinggung, tidak bisa tidur, tegang, dan berbagai reaksi lainnya (Kaduson, 1995). Kondisi ini membutuhkan bantuan psikososial dari tenaga kesehatan professional. Sangat diperlukan edukasi dan kesiapsiagaan masyarakat sebelum terjadi bencana atau disaster preparedness, khususnya bagi anak-anak. Edukasi kebencanaan dinilai amat penting untuk menyiapkan mental dan kesadaran anak- anak dalam melakukan tindakan-tindakan cepat pada saat dan sesudah bencana terjadi (Federation, 2010). Modul Group Supportive Therapy Prevensi Ansietas Pasca Bencana Bagi Anak Usia Sekolah Page 3 Group Supportive therapy yang dilakukan pada anak- anak merupakan suatu terapi dengan teknik dan proses kelompok yang dasar pelaksanaannya dapat menciptakan hubungan terapeutik antara terapis dan anak- anak sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan, keterampilan koping dan kemampuan anak menggunakan sumber koping, meningkatkan otonomi dalam pengambilan keputusan, meningkatkan kemampuan anak- anak mencapai kemandirian seoptimal mungkin, dan kemampuan mengatasi cemas yang dialami(Wahyuningsih, 2014) (Nurcahyani & Dewi, 2016). Pelaksanaan Group Supportive therapy dimodifikasi dengan play therapy. Play therapy merupakan suatu teknik konseling yang diberikan orang dewasa kepada anakanak dengan didasari oleh konsep bermain sebagai suatu cara komunikasi anak-anak dengan orang dewasa untuk mengungkapkan ekspresinya yang sifatnya alami (Copeland, Ph, & Terr, 2017). Model Group Supportive therapy dan play therapy yang dikembangkan dengan permainan tradisonal Cak Bur diharapkan dapat mengembangkan kecerdasan emosi dan kecerdasan sosial karena permainan ini dilakukan secara berkelompok. Dengan berkelompok, akan mengasah emosi anak sehingga timbul toleransi dan empati terhadap orang lain. Merasa nyaman dan terbiasa berada dalam kelompok serta mengajarkan kebersamaan. 2. Pengertian Supportif group merupakan sekumpulan orang-orang yang berencana, mengatur dan berespon secara langsung terhadap issue-isue dan tekanan yang khusus maupun keadaan yang merugikan (Stuart, 2013). Hasil penelitian mengindikasi peer support (dukungan kelompok) berhubungan dengan peningkatan fungsi secara psikologis dan beban keluarga, sedangkan mutual support (dukungan yang bermanfaat) adalah suatu proses partisipasi dimana terjadi aktifitas berbagi berbagai pengalaman (sharing experiences . (Federation, 2010). Group Supportive therapy yang dilakukan pada anak- anak merupakan suatu terapi dengan teknik dan proses kelompok yang dasar pelaksanaannya dapat menciptakan hubungan terapeutik antara terapis dan anak- anak sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kekuatan, keterampilan koping dan kemampuan klien menggunakan sumber koping, meningkatkan otonomi dalam pengambilan keputusan, meningkatkan kemampuan anak- anak mencapai kemandirian seoptimal mungkin, dan kemampuan mengatasi cemas yang dialami (Nurcahyani & Modul Group Supportive Therapy Prevensi Ansietas Pasca Bencana Bagi Anak Usia Sekolah Page 4 Dewi, 2016). Menurut Stuard (2010) aturan dalam pemberian Group Supportive therapy meliputi:Terapis dan anak berperan aktif dengan komunikasi dua arah.Terapis harus selalu berperan serta aktif dalam memimpin dan tiap anak berperan secara aktif untuk berbagi pengetahuan dan harapan terhadap pemecahan masalah serta menemukan solusi melalui kelompok. Melibatkan dukungan dari keluarga dan sosial serta tanggung jawabnya dalam pengambilan keputusan. Kenyamanan secara fisik dan emosi harus dijaga. Sesama anggota saling memahami, mengetahui dan membantu berdasarkan kesetaraan, respek antara satu dengan yang lain dan hubungan timbal balik.Harus mampu menunjukkan rasa empati, ketertarikan atau keseriusan terhadap masalah anak. Setiap anggota kelompok harus mengekpresikan pikiran dan perasaannya. Waktu pelaksanaan terapi sesuai dengan kesepakatan kelompok. Pertemuan dilaksanakan seminggu sekali, seminggu dua kali atau dua minggu sekali disesuaikan dengan kebutuhan kelompok dengan alokasi waktu selama kegiatan 50 menit. Pelaksanaan Group Supportive therapy dilaksanakan dalam 4 (empat) sesi, yakni: sesi pertama mengidentifikasi masalah anak dan sumber pendukung yang ada, sesi kedua latihan mengatasi masalah kedua dengan menggunakan sistem pendukung didalam dan diluar keluarga dan sekolah, sesi ketiga latihan mengatasi masalah ketiga dengan menggunakan sistem pendukung didalam dan diluar keluarga, dan sesi keempat mengevaluasi hasil dan hambatan penggunaan sumber (Keliat, BA, 2011). Strategi dasar dalam Group Supportive therapy adalah menciptakan suasana yang aman dimana anggota dapat bekerja bersama terapis untuk mengatasi rintangan baik dari dalam maupun dari luar yang hadir dalam mencapai tujuannya (Fazio-Griffith & Ballard, 2014),(Videbeck, 2008). Pemberian Group Supportive therapy dapat dilakukan satu atau dua kali dalam seminggu dengan durasi 50 menit setiap sesinya dengan durasi 20-50 menit untuk setiap sesinya.(Surtiningrum, 2010). Dalam pelaksanaannya Group Supportive therapy dipimpin oleh seorang profesional dengan kemampuan mengelola kelompok, sehingga seluruh anggota berperan aktif menyampaikan gagasan dan mengekspresikan perasaannya sehingga tujuan dari terapi dapat tercapai. Group Supportive therapy merupakan bentuk terapi kelompok yang dapat dilakukan pada berbagai situasi dan kondisi (Pinilih, 2017).en_US
dc.language.isootheren_US
dc.publisherPOLITEKNIK KESEHATAN PADANGen_US
dc.titleGROUP SUPORTIVE THERAPY PREVENSI ANSIETAS PASCA BENCANA BAGI ANAK USIA SEKOLAHen_US
Appears in Collections:MODUL

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
MODUL GROUP SUPOORTIF TERAPI 2019 ( RENIDAYATI)-halaman-1-2,4-26.pdf1.19 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.